Home

/

Blog

/

Burger King, Franchising dan Funding

Burger King, Franchising dan Funding

image Burger King, Franchising dan Funding

Apakah Anda mendengar bahwa Kopi Janji Jiwa melakukan “buy back”? Setelah saya telusuri di mesin pencari “google”, ternyata tidak ada berita resmi mengenai buy back ini. Bahkan di bulan November 2022 masih ada berita di kanal berita tempo.co mengenai cara daftar franchise (atau kemitraan?) Janji Jiwa.

Konon perusahaan pembiayaan (venture capital maupun private equity) kurang menyukai skema franchising, karena dalam franchising yang diakui sebagai omset franchisor hanya royalti dan biaya awal waralaba. Tentu saja ada pengecualian pada franchisor yang berperan ganda sebagai supplier, karena terdapat penghasilan dari kegiatan memasok produk ke franchisee. Dalam hal ini margin keuntungan retail tetap tidak dapat dicatatkan ke dalam pembukuan franchisor.

Apakah benar perusahaan pembiayaan kurang menyukai skema franchising?

Sesungguhnya, semua perusahaan yang dipersepsi kuat permodalannya, dan memiliki kemampuan mengelola sumber daya manusia untuk ekspansi dan operasional bisnisnya akan lebih menyukai membuka sendiri cabang bisnisnya. Hal ini merupakan hukum alam. Bukan hanya franchising yang dihindari, perusahaan pembiayaan pun akan dihindari. Mengapa harus bermitra dengan pihak lain yang mungkin suatu saat akan menghadapi selisih paham?

Sewa Imbal Hasil (Revenue Sharing)

Meski demikian, ada kondisi tertentu yang bisa memaksa pemilik suatu bisnis untuk bermitra. Misal ada pihak yang memiliki lokasi sangat strategis tapi tidak mau menjual atau menyewakan lokasi tersebut. Ia hanya mau kerja sama berupa sewa imbal hasil berdasarkan revenue sharing, dengan pertimbangan ia bisa memperoleh hasil di atas rata-rata biaya sewa properti di area tersebut.

Arus Kas

Perusahaan pembiayaan sebenarnya tidak 100% anti dengan franchising. Banyak franchisor di Amerika yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan pembiayaan (baca: Private Equity). Mengapa mereka tetap melakukan franchising kalau mereka memiliki sumber pendanaan yang berlimpah? Selain factok manajemen (distribusi) risiko dan pengelolaan SDM yang lebih sederhana, jawabannya adalah arus kas.

Selain memberikan kesempatan bagi mereka untuk memperoleh biaya awal waralaba (upfront franchise fee), franchising memindahkan kebutuhan permodalan untuk membuka bisnis tersebut kepada franchisee. Tentu hal ini sangat besar dampaknya terhadap arus kas perusahaan/bisnis tersebut.

Kisah Burger King

Terkait konteks franchising dan private equity, perjalanan bisnis Burger King adalah salah satu yang menarik untuk disimak.

Berdiri di pertengahan tahun 1953 dengan merek Insta Burger King, menurut Wikipedia, di tahun 1959 bisnis ini dibeli oleh dua franchisee mereka wilayah Miami, Florida karena mengalami kesulitan keuangan. Duo-franchisee ini melakukan restrukturisasi, mengganti merek menjadi Burger King, dan dalam waktu 8 tahun berhasil membuka 250 cabang di seluruh wilayah Amerika Serikat.

Pada tahun 1967 duo-franchisee ini, James McLamore dan David R. Edgerton, menjual bisnisnya kepada Pillsbury Company. Peralihan kepemilikan masih berlanjut, diikuti oleh kemerosotan kinerja, hingga pada tahun 2002 bisnis ini dibeli oleh TPG Capital dari pemilik terakhirnya Diageo.

TPG bergerak cepat melakukan perbaikan hingga di tahun 2006 melakukan Langkah go public yang dianggap sukses luar biasa. Namun segala upaya untuk meningkatkan kinerja Burger King ini terhambat oleh krisis keuangan sepanjang tahun 2007-2010. Di sisi lain, pesaingnya ternyata lebih baik kinerjanya di masa krisis tersebut.

Kinerja yang terus menurun akhirnya memaksa TPG Capital menjual bisnis Burger King ke perusahaan lain, yaitu 3G Capital, di tahun 2010. Pada tahun itu pula Burger King melengserkan diri (go private) dari lantai bursa New York Stock Exhange setelah melantai selama 4 tahunan.

Mengapa 3G Capital mengambil langkah go private? Konon karena tidak ingin dibebani kewajiban-kewajiban disclosure sebagai perusahan publik dalam mengambil langkah-langkah perbaikan (perombakan besar) yang hendak dilakukan.

Di tahun 2012 ternyata 3G Capital sudah melantai kembali ke bursa, hingga sekarang. Saat ini saham Burger King berada di bawah bendera Restaurant Brands International (RBI) dengan kode QSR. 3G Capital menggunakan RBI untuk bisnis kuliner global mereka yaitu: Burger King, Tim Hortons, dan Popeye’s Chicken.

Dari uraian mengenai Burger King tersebut, dapat dipahami bahwa tidak semua perusahaan pembiayaan menghindari atau tidak menyukai franchising.

Tags:

Share:

image writer

Utomo Njoto

Senior Franchise Consultant

FT Consulting

Email: utomo.ft@gmail.com

Popular Post

Loading...Loading...Loading...Loading...
kalkulator