Home

/

Blog

/

eCommerce & Waralaba

eCommerce & Waralaba

image eCommerce & Waralaba

Akhir-akhir ini makin banyak yang menanyakan kepada saya mengenai kebijakan eCommerce dalam sistem waralaba. Meski tidak ada aturan main yang baku, prinsip dasar waralaba yang win-win seyogyanya dijadikan landasan dalam merumuskan kebijakan terkait hal ini.

Menurut Michael Leconte, ada 4 model utama yang dapat dipertimbangkan oleh franchisee terkait kebijakan ini.

The “Pure-play franchisor” Model

Dalam hal ini hanya franchisor yang berhak melakukan eCommerce atau bisnis online. Franchisor membangun divisi tersendiri dan setiap transaksi online diambil oleh franchisor, artinya tidak didelegasikan ke gerai franchisee. Tentu saja kebijakan ini dapat dianggap merugikan franchisee karena menyaingi atau mencuri kue penjualan mereka.

The “Pure-play franchisee” Model

Berlawanan dengan model “pure-play franchisor”, dalam model ini franchisor membebaskan para franchisee untuk menjalankan bisnis online mereka sendiri di wilayah mereka masing-masing. Model ini tentu lebih beresiko dalam hal standarisasi pengalaman konsumen.

Praktek desentralisasi seperti ini juga memiliki resiko penjualan lintas wilayah pemasaran. Konflik antar franchisee sangat mungkin terjadi, meski sangat dimungkinkan untuk menetapkan batasan wilayah penjualan online dalam perjanjian waralaba.

The “Shared e-commerce” Model.

Menurut model ini, franchisor mengendalikan eCommerce channel (website maupun mobile), namun para franchisee menjadi bagian dari keseluruhan strategi penjualan online tersebut. Transaksi penjualan online menjadi omset franchisee, artinya pengiriman produknya dilaksanakan oleh franchisee.

The “Distributed e-commerce” Model

Dalam model ini franchisor “menyediakan website” untuk masing-masing franchisee. Setiap franchisee berhak dan berkewajiban untuk melakukan pemasaran secara lokal di masing-masing wilayahnya melalui website tersebut. Model ini menuntut tingkat partisipasi yang lebih tinggi dari para franchisee bila dibandingkan dengan “shared e-commerce”. Dengan lain perkataan, para franchisee harus diperlengkapi dengan pemahaman mengenai bisnis online dan cara melakukan pemasaran online. Franchisor sebaiknya melakukan monitoring (pengawasan), evaluasi dan pelatihan berkala terkait website para franchisee.

Model ini bisa saja mengakibatkan perbedaan pengalaman konsumen dalam berselancar di website dan bertransaksi online. Meski demikian, dalam model franchisor masih memiliki ruang kendali bagi franchisor untuk meminimalkan jurang pengalaman tersebut, bila dibandingkan dengan model “pure-play franchisee” (yang memberi kesan seolah franchisor “lepas tangan” sama sekali).

Perjanjian Waralaba

Akhirnya, hak dan kewajiban terkait 4 model utama ini (dan mungkin saja ada varian atau turunannya) harus dicantumkan secara tertulis dengan lugas dan jelas dalam perjanjian waralaba.

 

*Artikel ini pernah dimuat di Majalah Franchise pada tahun 2020

Tags:

Share:

image writer

Utomo Njoto

Senior Franchise Consultant

FT Consulting

Email: utomo.ft@gmail.com

Popular Post

Loading...Loading...Loading...Loading...
kalkulator