Home

/

Blog

/

Kupas Tuntas Beda Waralaba, Lisensi, BO, & Kemitraan

Kupas Tuntas Beda Waralaba, Lisensi, BO, & Kemitraan

image Kupas Tuntas Beda Waralaba, Lisensi, BO, & Kemitraan

Mungkin Anda bertanya-tanya, mengapa penawaran kemitraan dan BO seringkali menggunakan istilah waralaba? Mengapa beberapa merek menyebutkan bahwa kerja samanya adalah pemberian lisensi, dan perjanjiannya disebut sebagai Perjanjian Lisensi?

Ciri-ciri Waralaba

Ciri-ciri bisnis waralaba atau franchise adalah: (1) terjadi penggunaan bersama dari merek milik Pemberi Waralaba oleh Penerima Waralaba, (2) ada standar operasional dan pengendalian (Quality Control) yang signifikan oleh Pemberi Waralaba, (3) ada Kegiatan Pemasaran yang terpusat atau dikoordinir oleh Pemberi Waralaba, dan (4) ada Biaya intangible (tidak berwujud barang) yang dibayar bulanan dan/atau di muka kepada Pemberi Waralaba atau pihak lain sebelum Bisnis mulai beroperasi.  

Regulasi Waralaba

Regulasi waralaba di Indonesia mewajibkan bahwa pemilik Bisnis yang hendak menawarkan kerja sama waralaba untuk mendaftarkan prospektus penawaran waralabanya ke Kementerian Perdagangan agar mendapatkan ijin berupa Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) sebagai Pemberi Waralaba. Persyaratannya antara lain harus sudah membukukan laba usaha dalam 2 tahun terakhir, memiliki keunikan, memiliki dokumentasi standar operasional yang sudah tertulis, memiliki sistem support seperti pelatihan, dan khusus untuk usaha skala menengah laporan keuangan 2 tahun terakhirnya wajib teraudit oleh auditor independen.

Regulasi yang ketat ini mengakibatkan beberapa pebisnis yang hendak menawarkan waralaba akhirnya menggunakan istilah lain, seperti Lisensi, BO, dan Kemitraan.

Waralaba vs Lisensi

Yang terjadi dalam Lisensi adalah penggunaan merek (dan/atau unsur Hak Kekayaan Intelektual yang lainnya: hak cipta, design, dsb.) dan pembayaran royalti kepada Pemberi Lisensi.

Contoh sederhana adalah Pemberian Lisensi gambar Mickey Mouse (MM). Penerima Lisensi diberi hak menggunakan atau memasang gambar MM di botol minuman, namun untuk kegiatan dan strategi pemasaran botol minuman itu sepenuhnya dilakukan oleh Penerima Lisensi. Meski demikian, biasanya Pemberi Lisesi memiliki hak untuk memeriksa materi promosi dan kualitas produk yang hendak dijual oleh Penerima Lisensi.

Selain Lisensi Hak Cipta atas karya design seperti karakter MM tersebut, pembelian lisensi biasanya kita jumpai dalam bisnis farmasi. Penulisan under licensedi kotak kemasan obat adalah contoh kerja sama dalam bentuk pemberian lisensi. Dalam konteks waralaba, pemilik merek yang sudah terbit sertifikatnya tapi belum memenuhi syarat pendaftaran STPW biasa dijumpai menggunakan istilah Perjanjian Lisensi Merek.

Berbeda dengan pemberian lisensi, Pemberi Waralaba McD misalnya, akan menyusun kegiatan dan strategi pemasaran untuk seluruh jaringan waralabanya. Penerima Waralaba dapat mengajukan proposal kegiatan pemasaran lokal, yaitu khusus outlet yang bersangkutan, atau untuk area tertentu. Selain itu format bisnis, tim manajemen dan organisasi dari Penerima Waralaba harus mengikuti standar yang sudah disusun oleh Pemberi Waralaba.

Satu hal yang wajib diperhatikan adalah, sebelum HKI resmi terdaftar dalam bentuk terbitnya sertifikat (Merek, Paten, Hak Cipta, dsb), kita tidak berhak menyebut kerja sama kita sebagai Pemberian Lisensi.

BO (Business Opportunity) dan Kemitraan

BO dipahami sebagai penawaran kerja sama yang belum teruji keberhasilannya, meski sebenarnya penawaran Kerja sama BO seyogyanya sama dengan waralaba, yaitu sudah teruji mampu menghasilkan laba usaha. Jadi, BO seharusnya sudah seperti waralaba tapi tidak mendaftarkan diri sebagai waralaba. Kemitraan biasa digunakan pula untuk kerja sama BO, karena istilah “mitra” yang menjadi sebutan bagi investor yang membeli BO.  

Salah satu kekurangan dari BO dan kemitraan biasanya berupa tidak adanya Quality Control (QC), karena biaya yang dibebankan kepada mitra BO tidak memenuhi skala ekonomis untuk keperluan QC ini. Tentu hal ini memiliki konsekuensi berupa risiko tidak standarnya kualitas produk dan layanan di jaringan bisnis yang menggunakan pola BO tapi menyertakan merek tertentu.

Terkait masalah tidak adanya QC, saya sering menganjurkan penjualan BO berupa paket usaha ini dilakukan tanpa menyertakan merek. Bila ingin menampilkan merek, cukup dengan menyertakan merek sebagai identitas bahan baku saja seperti Blue Band di berbagai outlet yang menjual “terang bulan”.

Istilah “kemitraan” itu sendiri memiliki makna yang sangat luas, mencakup bentuk kerja sama join venture (JV), inti-plasma, keagenan, waralaba, dan sewa imbal hasil, sebagainya.

Persepsi Masyarakat

Meski memiliki perbedaan yang cukup hakiki seperti uraian di atas, persepsi masyarakat mengenai waralaba, lisensi BO dan kemitraan relatif tidak ada perbedaan. Dalam praktek, hal ini sebenarnya tergantung pada konsistensi pemilik merek. Mungkin saja penawarannya adalah lisensi dan BO atau kemitraan, tapi esensi kerja samanya benar-benar memenuhi ciri-ciri waralaba sebagaimana yang diuraikan di atas. Di sisi lain, bisa juga mengaku waralaba tapi tidak menjalankan benar ciri-ciri waralaba tersebut.

Kesimpulannya, pembeli alias calon investor, calon mitra, atau calon franchisee harus menggali sendiri mengenai hal-hal yang akan diimplementasikan dalam kerja sama tersebut.

Tags:

Share:

image writer

Utomo Njoto

Senior Franchise Consultant

FT Consulting

Email: utomo.ft@gmail.com

Popular Post

Loading...Loading...Loading...Loading...
kalkulator