Beda Mindset Investasi vs Bisnis
Bila Anda biasa menempatkan portofolio investasi di aset kertas (paper asset) seperti saham, reksadana, atau deposito, maka mindset Anda harus berubah ketika mulai mempertimbangkan “berinvestasi” dibisnis riil, mengapa?. Untuk lebih lanjut, mari kita simak pembahasan dibawah ini.
Tidak Likuid
Berbeda dengan saham, reksadana, dan deposito (juga valas dan LM emas batangan), investasi dibisnis riil itu relatif tidak likuid, alias modal yang sudah Anda setorkan tidak bisa diuangkan kembali dengan segera.
Bila ada keperluan keuangan, paper asset dapat segera dicairkan nilai pokoknya. Dalam bisnis, sulit sekali untuk mencairkan kembali modal yang sudah menjadi aset untuk menjalankan bisnis tersebut. Tentu saja paper asset berupa saham gocap adalah pengecualian dalam penjelasan ini, karena saham gocap mungkin sulit dijual (dicairkan) juga.
Depresiasi Aset
Sebagian besar dari modal yang Anda setorkan akan menjadi aset tidak bergerak yang secara akuntansi kemungkinan besar nilainya menjadi nol akibat depresiasi nilai aset dalam waktu 5 tahun mendatang (kecuali gedung bangunan yang mungkin bisa sampai 20 tahun).
Dalam paper asset, modal Anda tidak akan menyusut. Jadi, selain faktor likuiditas, modal yang telah menjadi aset tersebut mengalami penurunan nilai. Tentu saja penurunan nilai ini bisa dikoreksi dengan revaluasi asset yang nilainya kemungkinan kecil bisa menyamai atau melebihi nilai modal yang ditanamkan ke bisnis tersebut. Tentu ada pengecualian pada beberapa item seperti properti yang didapat dengan harga murah sehingga saat revaluasi harganya melonjak menjadi lebih tinggi dari harga beli atau harga modalnya.
Penghasilan Bulanan vs Yield bulanan
Nah, selain hal likuiditas dan depresiasi, ada satu hal lagi yang menarik untuk disimak, yaitu penghasilan bulanan dalam bisnis riil.
Perhatikan ilustrasi berikut ini, paper asset kita umpamakan berbentuk Deposito:
*Bunga deposito dan hasil Bulanan belum dikurangi pajak
Pada umumnya prospek suatu bisnis digambarkan dengan ungkapan payback period, beberapa orang menggunakan istilah Break Event Point (BEP), beberapa orang yang lain menggunakan istilah balik modal. Tentu saja ketiga istilah tersebut (payback period, BEP, dan balik modal) sesungguhnya tidak identik, tidak persis sama. Namun untuk keperluan penyederhanaan, maka kita anggap saja sama maknanya, yaitu waktu yang dibutuhkan agar akumulasi EBITDA (Earnings Before Interest Tax Depreciation Amortization, yaitu laba usaha sebelum dipotong biaya bunga, pajak tahunan, depresiasi, dan amortisasi) bulanan menjadi sama dengan modal yang dibelanjakan menjadi asset dan biaya-biaya persiapan bisnisnya.
Nah dalam tabel tersebut, YIELD untuk deposito terlihat sama persis dengan bunga deposito. Tapi untuk YIELD bisnis, kita perlu mengurangi total hasil dengan modal, karena modal sudah menjadi aset yang relatif tidak likuid. Aset yang tidak likuid ini bisa dikatakan tetap produktif meski mungkin perlu biaya perawatan dan perbaikan asset, dan biaya ini seyogyanya tercatat sebagai biaya operasional. (Baca artikel: Biaya Operasional, Apa Saja?)
Catatan: Meski hasil EBITDA kemudian dikurangi dengan total modal di akhir tahun ke-5, biasanya nilai dan persentase yield ini tetap lebih menarik daripada deposito, apabila anda tidak keliru memilih waralaba atau kemitraan. Angka ini akan menjadi lebih menarik lagi ketika kita menarik waktu yang lebih panjang, misal 10 tahun atau 15 tahun.
*Bunga deposito dan hasil Bulanan belum dikurangi pajak
Bila Anda punya pendapat lain, atau tambahan informasi yang bermanfaat, silakan mengirim komentar ke admin@klikfranchise.com.