Home

/

Blog

/

Ada 3 Skenario Penting Business Plan, Apa Saja?

Ada 3 Skenario Penting Business Plan, Apa Saja?

image Ada 3 Skenario Penting Business Plan, Apa Saja?

Dalam mengevaluasi kinerja bisnis untuk keperluan rencana ekspansi (outlet)-nya, saya menerapkan simulasi keuangan dengan tujuan menemukan 3 skenario penting yang juga penting dalam menyusun business plan:

  1. Omset berapa agar gross margin di outlet baru tersebut mampu menutup biaya operasionalnya?
  2. Omset berapa agar gross margin di outlet baru tersebut mampu menghasilkan laba yang sehat?
  3. Bila gross margin tidak mampu menutup biaya operasionalnya, berapa lama kita akan bertahan dan apa solusi alias exit strategy-nya.

Gross Margin = Biaya Operasional

Ini adalah makna BEP atau break even point yang sebenarnya, karena penggunaan BEP dalam konteks balik modal adalah istilah awam yang sebenarnya bukan istilah baku.

Gross margin sama dengan biaya operasional” bisa memiliki pengertian yang berbeda, karena ada yang melihat dari sudut Laporan Laba/Rugi dan ada yang melihat dari sudut arus kas.

Laporan Laba/Rugi ini merupakan kondisi fundamental bisnis yang sebenarnya, tapi bisa berbeda dalam konteks arus kas. Dalam Laporan Laba/Rugi ada biaya-biaya yang tidak mempengaruhi arus kas, seperti (i) sewa dibayar di muka, (ii) pembelian bahan baku penjualan dan penjualan dengan metode pembayaran mundur (termin pembayaran tertentu, kredit/cicilan), (iii) biaya depresiasi/amortisasi.

Berikut ini tabel sebagai ilustrasi untuk menjelaskan perbedaan mengenai sudut pandang Laporan Laba/Rugi dengan Arus Kas, saya highlight 2 hal saja: yaitu depresiasi dan sewa bayar di muka.

Tabel korelasi laba/rugi dengan arus kas
Tabel Laporan Laba/Rugi dengan Arus Kas 

 

Dapat dilihat dalam ilustrasi tersebut bahwa target sales bisa berbeda cukup signifikan. Tentu saja target sales dari sudut pandang Laporan Laba/Rugi lebih riil dibandingkan dengan berdasarkan Arus Kas. Tapi untuk rasa aman tahun pertama mungkin target menurut Arus Kas masih bisa diterima, dengan alasan “tidak tekor” alias tidak bleeding secara arus kas.

Di sini perlu dipahami pula bahwa bila ada pembelian aset tambahan yang didepresiasikan (bukan langsung jadi biaya) akan memengaruhi arus kas, maka yang dicatat dalam Laporan Laba/Rugi adalah nilai depresiasi tahun pertamanya.

Selain itu, bila ruang usaha atau bangunan adalah milik sendiri, maka perlu dianggarkan biaya sewa menurut harga pasar agar perhitungan biaya operasional tersebut lebih riil ditinjau dari sisi fundamental bisnisnya. Tentu saja pengeluaran tersebut tidak benar-benar terjadi dari sisi arus kas.

Jangan lupa juga membiayakan gaji kita, bila kita terlibat dalam keseharian bisnisnya. Bila administrasi dilakukan terpusat, harus ada pos biaya jasa administrasi kantor pusat, dan/atau biaya SDM tenaga administrasi di outlet nantinya, meski saat ini semua admnistrasi dikelola oleh pusat.

Laba yang “Sehat”

Laba yang “sehat” tentu berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Ekspektasi jangka waktu balik modal akan memengaruhi angka ini. Biasanya saya melakukan simulasi untuk menemukan 2 skenario jangka waktu balik modal, yaitu 30 bulan dan 20 bulan.

Mengapa 30 dan 20 bulan? Mungkin ini subyektif saja, Anda bisa ubah sendiri kalau memiliki file simulasinya. Aspek lain mungkin jadi pertimbangan adalah jumlah laba yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup kita yang jadi pemilik bisnis.

Bisnis gerobakan misalnya. Kalau modalnya hanya Rp10 juta dan disebutkan balik modal dalam 5 bulan, itu berarti laba usahanya sebulan hanya Rp2 juta. Bila angka Rp2 juta tidak cukup atau tidak memuaskan karena kebutuhan hidup anda Rp6 juta sebulan, berarti Anda harus buka 3 gerobak yang ketiganya minimal harus mencapai jumlah penjualan yang dibutuhkan untuk memberikan laba usaha Rp2 juta sebulan.

Kondisi “Saat Ini”

Yang tak kalah penting tentu saja kita harus memahami kondisi atau kinerja saat ini. Berapa omsetnya, berapa laba kotornya, berapa laba operasionalnya, berapa EBITDA nya. Dari sini kita dapat memperkirakan seberapa masuk akal target-target penjualan untuk skenario-skenario tersebut #1 dan #2 tersebut.

Exit Strategy

Dalam bisnis, kita tidak harus mengadopsi konsep membakar jembatan yang sudah kita lewati. Apalagi kalau sumber daya keuangan kita sangat terbatas. Kita perlu plan B, dan beberapa rencana lain (pivot) bila memungkinkan, sebelum memutuskan untuk menutup dan melakukan likuidasi (menjual peralatan dan perlengkapan, jika bukan bisnisnya) kepada pihak lain. 

 

Related Articles
Biaya Operasional, Apa Saja?
Jangka Waktu Balik Modal ("BEP")

Tags:

Share:

image writer

Utomo Njoto

Senior Franchise Consultant

FT Consulting

Email: utomo.ft@gmail.com

Popular Post

Loading...Loading...Loading...Loading...
kalkulator